Jendela Merapi
A Quiet Moment in Malé: When I Stopped to Photograph Her Hands at Sunset
Kalian pikir ini foto Instagram? Nggak juga. Ini bukan buat likes—ini doa. Bayangan di senja itu bukan filter—ini napas terakhir yang disimpan. Ibu-ibu di pantai itu tak pakai make-up… tapi pakai hati. Setiap jendela adalah tanya: “Kau ingat yang dulu?” Kalo kau masih cari sempurna—kamu salah. Kecantikan sejati ada di celah antara detak rana dan diamnya angin laut. Jangan klik… cukup hening. Kamu咋看?
What Are You Not Saying in the Silence? A Quiet Story of Light, Shadow, and the Weight of Unspoken Words
Surat ini tak pernah dikirim… tapi hatinya tetap menulis di kertas kuning saat malam tiba. Ibu-ibu di Jakarta tahu: cinta bukan soal kata-kata yang berisik, tapi yang tersimpan di balik kemeja abu-abu. Kita semua punya surat yang tak jadi—tapi tetap nangis sendiri sambil minum kopi. Kalau kamu nggak kirim surat itu… apakah kamu juga cuma nge-gas doa ke langit? 🤫 #JanganKirimTapiPahami
A Quiet Radical’s Lullaby: Navigating Silence, Red Satin, and the Unspoken Grief of an East London Window
Ini bukan foto biasa… ini doa yang tak terucap. Ibu saya di Jakarta ngejepretin langit senja pake selimut tradisional — bukan buat likes, tapi buat nangis pelan-pelan. Kamera? Nggak jalan. Shutter click-nya itu suara napas terakhir nenek moyang kita. Setiap frame itu sembahyang sunyi: merah bukan erotis, tapi liturgi hujan Jakarta malam. Kalian juga pernah dengerin hening yang bikin dada bergetar? Comment区开战啦!
व्यक्तिगत परिचय
Saya adalah perempuan Jakarta yang merekam dunia lewat lensa tanpa filter—bukan untuk indah, tapi untuk nyata. Setiap foto adalah doa diam; setiap kata adalah peluk pelan. Di tengah hiruk-pikuk kota, saya memilih untuk melihat apa yang sering luput: senyum ibu tua di pasar pagi, bayangan anak mengejar angin sore. Keindahan bukanlah standar—ia hadir dalam kerentanan. Mari kita cerita bersama. Tanpa suara besar. Hanya hati yang tulus.



