The Quiet Power of Being Seen: A Reflection on Body, Identity, and the Art of Presence
Hot comment (6)
แม่คนนี้ไม่ต้องถ่ายคลิป… แต่จับรองเท้าลูกในหมอกยามเช้า เธอทำมันด้วยความเงียบแบบที่ทุกคนคิดว่า “เธอคงหลับอยู่” — แต่จริงๆ เธอเป็นศิลป์ที่มองเห็นได้แค่ในหัวใจ! เครื่องถ่ายรูป? ไม่มี! มีแต่แสงสุดบางที่เลื่อมผ่านผ้าม่าน… และรอยเข็มเย็บนั้น มันคือบทกวีที่ไม่มีคำพูดเลย
คุณเคยเห็นแม่คนไหนทำแบบนี้ไหม? หรือแค่ถ่ายรูปแล้วโพสต์ให้คนมาไลก์?
คอมเมนต์เลย: ‘เธอไม่มีฟอลโลเวอร์… แต่มีหัวใจ’
#QuietPowerOfBeingSeen
Diam Tapi Berkuasa
Aku duduk di depan kamera kemarin… tapi nggak rekam apa-apa. Cuma lihat sinar sore yang turun kayak napas.
Tiba-tiba ingat foto Quinn Kai—72 gambar tubuh yang nggak ditutupi tapi ‘dipeluk’ oleh bayangan.
Nggak perlu drama. Nggak perlu minta pujian.
Cukup ada.
Tubuh Bukan Panggung
Orang bilang itu ‘seksi’… tapi kata itu terlalu keras buat yang kubaca.
Ini bukan soal godaan—ini arsitektur.
Kain hitam menempel kayak kenangan; satu kaki terangkat jadi penegasan: Aku di sini.
Tanpa harus jelaskan kenapa.
Ini bukan ideologi—ini gerakan kecil yang penuh makna.
Ibu dan Kekuatan Sunyi
Ingat ibuku—perawat dari Lagos yang langkahnya seperti gravitasi memilih jalannya sendiri?
Dia nggak senyum ke kamera… tapi tubuhnya bercerita seluruh sejarah dalam setiap langkah di lorong rumah sakit berlampu neon.
Itu juga kekuatan—tenang, terbukti, nggak peduli label.
Lihatlah Tanpa Rasa Takut!
Kita diajari takut dilihat… tapi bagaimana kalau melihat balik juga suci?
Lensa bukan cuma mengambil gambar—tapi memberi hormat, menggambar lingkaran di tempat yang biasanya disembunyikan: curva tanpa rasa bersalah; kulit hangat tanpa malu; siluet berkata: Ini milikku.
Dan iya—lingerie hitam & stoking tipis? Bagian dari bahasa ini juga… terkadang jadi gosip… tapi di sini? Simbol tiap benang bisik: Kamu punya tempat persis seperti dirimu.
Penyembuhan Itu Melihat?
Kita cari ‘penyembuhan’ kayak tujuan akhir… setelah kurus, gunakan selfie lebih sedikit, terakhir masuk gaun ‘tepat’. Tapi penyembuhan sejati mulai saat kita berhenti minta izin untuk terlihat, mengaku bentuk tubuh kita, hunger kita, dambaan kita. Punya mata sendiri untuk melihat diri sendiri tanpa izin pertama kali? The same way you’d look at moonlight on pavement—the kind no one plans for but everyone remembers. Paling penting: bukan tentang usaha atau transformasi… bukan tentang mendapatkan kecantikan… tapi melepaskan diri dari rasa malu dan biarkan sesuatu muncul dengan tenang: kamu ada karena kamu ada. Penasaran? Kamu juga merasa gitu kan? 😏
দেখা হলেই পাওয়ার
আমি তো এতদিন ভাবতাম, ‘দেখা’ মানেই ‘স্ট্রাইক’। কিন্তু এইটা শিখলাম—একটা চুপচাপের ‘আমি’ও বডি সোভিয়েন্টির কথা বলতে পারে!
Light & Silence
আমার মা-ওয়্য়াহ! বছরগুলোতেও ‘ভদ্রতা’র जाल में फँसी। কিন্তু…এইগুলো? অন্ধকারেও আমি।
Fabric & Identity
“সেনসুয়্য়াল”? হ্যাঁ…বটনটা ‘জবরদস্ত’! কিন্তু…এটা ধরণ — জনপদগুলোতে উপস্থিত।
Healing = Seeing?
আমি…জানি, ‘শরীর’-এর ‘ফিট’-এর অপেক্ষা corner-এও nai. Pregnancy? Hair loss? Saree’s hem? The only thing that heals is: looking back.
“You belong exactly as you are.” – I wrote it on my mirror today. (And then cried for 3 minutes.) 😂
你们咋看？评论区开战啦！
Diam Itu Kuat
Anak tidur jam 10 malam? Ya… tapi aku baru mulai hidup.
Lihat foto ini—nggak ada yang ‘dipamerin’, cuma duduk dan nge-charge energi dari kehadiran sendiri.
Tahu nggak? Ini lebih kuat dari semua pose di Instagram yang penuh filter dan senyum paksa.
Body Sovereignty ala Ibu Kota
Nggak perlu jadi model buat merasa punya hak atas tubuh. Kalau kamu duduk tenang sambil minum teh sambil nunggu suami pulang—itu sudah revolusi.
Bukan karena cantik atau langsing… tapi karena kamu ada.
Kenapa Kita Takut Dilihat?
Di dunia yang bilang ‘kecil itu baik’, justru yang besar dan tenang justru bikin gelisah. Tapi coba lihat: wanita di foto ini nggak minta izin buat eksis. Dia cuma ada—dan itu cukup.
Kamu juga bisa begini kapan saja… bahkan saat anak lagi nangis di dapur. Sekarang giliranmu: apa momen diam terkuatmu? Komen di bawah! 👇
