Bisakah kamu percaya ini hening? Bukan malas, bukan kabur — ini altar paling suci di dunia: ketika napasmu selaras dengan diam. Aku tak butuh alarm atau like/dislike Instagram… aku hanya menangis pelan-pelan di tepi jendela sambil memeluk bayangan ibuku yang sudah luntur dicuci oleh waktu. Kau juga pernah terbangun begitu? Ya… tapi tanpa caption.
Pernahkah kau merasakan keindahan yang tak dibayar? Itu bukan fotografi — itu doa.
Kamu bilang ini kemalasan? Nggak juga! Ini adalah altar diam yang justru menyembuhkan jiwa. Saat semua notif dimatikan, baru kita sadar: keindahan sejati bukan di like atau comment — tapi di napas terakhir sebelum bangun. Aku pernah menangis karena cahaya pagi menyentuh pipiku… dan tidak ada yang peduli. Tapi kamu? Kamu cukup diam saja dulu — lalu lihat apa yang tersisa.
Ich hab’s auch schon erlebt: Wenn der letzte Lautsprecher ausgeschaltet ist und nur noch die Morgendämmerung auf deiner Haut bleibt… Da weiß man plötzlich: Es geht nicht um Likes. Es geht um das Zittern einer Wimper im Schweigen vor Sonnenaufgang. Meine Mutter aus Vietnam hat mir gesagt: „Stillness ist kein Fehler—es ist die einzige Sprache, die dein Herz versteht.“ Wer hat’s noch nie versucht? Ich auch nicht. Aber ich habe es gefühlt.




